Menembus Kota Apel

Apes !!! begitu kira-kira apa yang saya alami, Ban Bocor. Saat itu saya bersama Mahrus (salah satu sahabat) melakukan perjalanan Jogja-Malang dan sebaliknya dengan mengunakan kendaraan bermotor. Sebenarnya kami tidak begitu faham dengan jalan yang akan kami lalui. Tapi, keinginan yang kuat menjadikan kami tak begitu mengiraukan apakah nanti tersesat atau sejenisnya. "Pokoknya berangkat dulu, urusan nanti kesasar tinggal tanya orang aja, mudah kan" ujar Mahrus.

Perjalanan melewati jalur selatan yakni dari Jogja-Klaten-Solo-Magetan-Madiun-Blitar-Malang (kalau gak salah sih,hehe). Tapi bagi saya tempat yang mengesankan selama perjalanan adalah Magetan. Daerah pengunungan yang jalannya naik-turun, disana kami kehujanan, sudah dingin kena hujan lagi, Mantab. kabut membuat laju motor tidak terlalu kencang, jarak pandang hanya 15 meter. Saat melewati jalur Sarangan-Tawangmangun itulah yang pemandangannya indah meski sepi sekali jalannya. Sekitar pukul 16.00 kami melawati daerah ini, jalanan cukup gelap, menakutkan. Kurang adanya penerangan membuat setiap kendaraan harus berhati-hati, lengah sebentar bisa saja nyawa melayang, Sebab di samping jalan adalah jurang. Terlepas dari itu semua tempat ini sangatlah indah.

Di Blitar kami tersesat, saya tak menyangka bahwa wilayah Blitar sangat luas. lama sekali kami menghabiskan waktu disini. Sekitar pukul 21.00 kami memasuki daerah Malang, hawa dingin menyambut dengan tangan terbuka. lewat daerah kota Batu daerah penghasil Apel (Baca:Kota apel). Sama seperti didaerah Magetan, Malang juga sepi kalau sudah malam, suhu dingin membuat orang lebih memilih berdiam diri di rumah daripada keluar.

Mahrus tak langsung mengajak kerumahnya, ia mengajak saya ke pondoknya (lebih tepatnya: tempat mondoknya dulu sebelum kuliah). Diajak kekamarnya dulu, disinilah saya baru sadar bahwa saya dikerjain. Kamar ini adalah kamar Aremania (julukan untuk fans Arema). "Asemmm" kataku dalam hati. Mahrus tahu kalau saya adalah Bonek (julukan untuk fans Persebaya Surabaya) apalagi kami sering sindir dalam urusan ini. Persebaya dan Arema adalah seteru abadi tidak hanya didalam lapangan diluar lapangan juga. Meski begitu aku tetap tertidur dikamar itu (capek menghilangkan semuanya termasuk perselisihan).

Menghabiskan waktu sehari ditempat ini, ada prosesi pernikahan salah satu Gus temanku. Aku agak cangung kalau sudah berhadapan dengan keluarga Kyai, takut salah, takut menyingung dan takut-takut lainnya. Disini pulalah aku baru tahu kalau salah seorang dari senior juga teman main PS adalah anak Kyai ternama.

Esoknya, sekirar pukul 18.20 kami berangkat menuju kerumah Mahrus, tidak lupa saya dikerjain untuk kedua kalinya. Mampir di Stadion Gajayana (kandang Arema) disini sebenarnya ada dokumentasi dalam bentuk gambar tapi gara-gara memory card-nya rusak jadi fotonya hilang. Alhamdulillah. Sampai dirumah langsung disambut kedua orang tuanya, sangat ramah dan sederhana. Tak lupa teh hangat menemani percakapan kami. Dan malam pun menidurkan kami dengan selimutnya.

Bangun tidur saya langsung di suguhi makan dan teh hangat, ku makan dengan lahap. Tak banyak percakapan yang terjadi, saya menikmati kelezatan lauk pauknya. Awalnya saya kira bahwa lauknya adalah ayam tapi setelah saya tanyakan ternyata Kelinci dan untuk pertamakalinya aku memakan hewan lucu itu, tanpa disengaja. Andai dikasih tahu terlebih dahulu pasti saya akan berfikir dua kali, tapi memang lezat dagingnya (antara mau dan geli). Dirumah ini kami tak menghabiskan waktu lama, sebab kami masih ada acara lagi. Setelah pamitan kita berangkat menuju kota budaya, Jogja.

Nyekar di makam Gus Dur (KH. Abdurahman Wahid) adalah target kami selanjutnya. Gur Dur bagi kami adalah Guru dalam berkata dan bertindak. Guru bagi Pluralitas kami. Sebelum ke makamnya yang berada di wilayah Pesantren Tebuireng Jombang ini, kami mendengar bahwa penziara dimakam ini seperti air yang tak pernah habis mengalir terus. Bahkan ada yang bilang Pengemis yang berada disana penghasilannya bisa juta-an dalam sehari, mengagumkan. Membawa berkah bagi warga sekitar, banyak penjual dadakan dan tukang parkir. Berhubung kami kemalaman sampai di Tebuireng maka kami memutuskan untuk menginap dipondok Tebuireng. Kebetulan kami mempunyai kenalan pengurus pondok.

Kembali ke cerita Ban bocor, saat kami melintasi daerah Jombang saat itu masih pagi, ban belakang motor bocor terkena paku cor. Untung laju motor pelan sehingga tidak terjadi apa-apa. Kami harus menuntun sekitar 50 meteran untuk sampai di tempat tambal ban. "Bocornya banyak dan besar, lebih baik beli ban baru" kata tukang tambal ban menyarankan, "Tapi kebetulan stok ban dalam saya habis, sampean bisa beli di seberang jalan sana" tambahnya sambil menuntuk kearah Timur. Gambar diatas adalah gambar saya saat kembali dari membeli ban dalam mengunakan sepeda ontel tukang tambal ban.

Perjalanan melelahkan namun menyenangkan. Dimana untuk pertama kali saya mengendarai motor dengan jarak yang jauh. Sesampai di Jogja kami tergeletak dalam ruangan 4 x 3 meter.


(Ini sebenarnya cerita lama yang baru aku tulis. Jadi, harap maklum kalau ada urutan kota yang salah "memang di sengaja". hehe)



Comments