Kabut di Dataran Tinggi Dieng |
Dieng adalah kawasan dataran tinggi di Jawa Tengah, yang masuk wilayah Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo. Letaknya berada di sebelah barat kompleks Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing.
Dieng adalah kawasan vulkanik aktif dan dapat dikatakan merupakan gunung api raksasa dengan beberapa kepundan kawah. Ketinggian rata-rata adalah sekitar 2.000m di atas permukaan laut. Suhu berkisar 15—20 °C di siang hari dan 10 °C di malam hari. Pada musim kemarau (Juli dan Agustus), suhu udara dapat mencapai 0 °C di pagi hari dan memunculkan embun beku yang oleh penduduk setempat disebut bun upas ("embun racun") karena menyebabkan kerusakan pada tanaman pertanian.
Secara
administrasi, Dieng merupakan wilayah Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten
Banjarnegara
dan Dieng ("Dieng Wetan"), Kecamatan
Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Wilayah ini merupakan salah
satu wilayah paling terpencil di Jawa Tengah. (Sumber: wikipedia)
Sama seperti dua hari lalu, Saat
kami sampai di Wonosobo. Matahari masih
bersembunyi dibalik awan kadang pula malu-malu mengintip melalui kabut. Entah
sudah berapa lama Matahari begitu, kami pendatang tak mengerti itu.
Seram
tampilan langit pagi ini, Rabu (28/12) sedari pagi kami bermain dengan selimut
juga minuman penghangat, kopi dan teh. Pukul 08.25 kami bergegas menuju dataran
tinggi Dieng dengan mengunakan mobil minibus sewaan. Kekuatiran muncul, maklum
beberapa hari yang lalu kami mendapat kabar dari koran dan televisi kalau tempat
ini terjadi longsor. Hanya bisa berdoa. Pemandangan di dominasi perkebunan atau
bisa dikatakan sawah yang di tumbuhi berbagai macam sayuran, buah-buahan dan
varian lainya. Pegunungan dan bukit-bukit dengan wajahnya yang kokoh semakin
menarik kami menoleh keluar jendela. Sisa-sisa longsoran tanah masih tergeletak
ditepian jalan.
Sebagian
dari penumpang minibus terlelap dalam mimpi, ada juga yang sibuk mempermainkan
jempolnya di handphone, ada yang menikmati panorama, dan pak supir masih tetap
konsentrasi membawa mobil 13 nyawa ini. Mobil melaju pelan melewati jalanan
yang basah akan hujan.
Sekitar
satu jam perjalanan, Akhirnya kami sampai di dataran tinggi Dieng. Kabut
menutupi sebagian besar lokasi Dieng, barang kami pindakan dari mobil ke
Musholah. Sembari menunggu peserta LSdP yang belum datang kami mencari makanan
dan minuman penghangat di sebelah pintu masuk wisata. Celana, baju rangkap dua,
jaket, seleyer, kaos kaki dan penutup kepala yang ku kenakan belum mampu
menahan dinginnya tempat ini, ku pesan kopi susu, kebanyakan memesan minuman
yang sama. Rokok menjadi pasangan serasi ngopi.
Dingin tak kunjung lenyap ku beli Sal
yang dipajang bergantung ditali.
“Berapa
bu harga salnya?” tanyaku sambil
melihat-lihat sal.
“Sepuluh
ribu saja mas, penutup kepala dan sarung tangan juga sama harganya” ibu penjual
semakin mengodaku dengan barang dagangannya.
“semuanya
sepuluh ribu bu?” tanyaku mengoda
“iya,
eh maksudnya tiap satu barang loh” pedangan mulai mengetahui guyonanku
“oooo
kirain semua sepuluh ribu” hahaha aku tertawa teman-temanku juga, “saya beli
satu bu”.
Kabut tak habis sejak kuinjakan kaki di Bukit ini. Seperti
di Eropa, setiap berkata mulut kami selalu keluar uap mengalahkan asap rokok yang
ku hirup. Mengesankan, pemandangannya indah. Ingin rasanya keliling Nusantara
sebagai back packer tapi kapan ya? Hehe
Paparazzi. Kedatanganku
ke Wonosobo tidak lain sebagai tugas reportase kegiatan komunitas, untuk
buletin.
Ada
dua jajanan khas Dieng, Carica dan Purwaceng. Carica itu semacam manisan sedang
Purwaceng adalah minuman penambah stamina dan gairah seksual, terbuat dari
salah satu jenis tanaman khas Dieng. Penasaran, Aku pun pesan segelas Purwaceng
campur susu, rasanya seperti minum giseng itu sebabnya minuman ini sering di
sebut Gingseng Jawa.
Sebelum pulang, Rombongan singgah di pemandian air hangat, Kali Anget kata seorang panitia menyebutkan namanya. Kali Anget, terbayang olehku sebuah aliran kali/sungai dengan air hangat yang mengandung belerang pasti menyenangkan. Ternyata bukan, hanya sebuah kolam persegi panjang. Selain itu kolam pemandiannya mau tutup, kesel-ku tambah saat mau pinjam kolor ternyata tak ada toko yang buka. lengkap sudah penderitaanku.
Sebelum pulang, Rombongan singgah di pemandian air hangat, Kali Anget kata seorang panitia menyebutkan namanya. Kali Anget, terbayang olehku sebuah aliran kali/sungai dengan air hangat yang mengandung belerang pasti menyenangkan. Ternyata bukan, hanya sebuah kolam persegi panjang. Selain itu kolam pemandiannya mau tutup, kesel-ku tambah saat mau pinjam kolor ternyata tak ada toko yang buka. lengkap sudah penderitaanku.
Sepertinya
waktu memang terbatas dan kami pun pulang membawa kenangan sendiri-sendiri.
aku pulang dengan dingin.
Dieng, 28 Desember 2011
Comments
Post a Comment