DISKUSI BUDAYA BIOSKOP MURAH




Oleh: Khanif Rosidin*

 Minggu malam, (15/04) dalam rangka kegiatan Bioskop Murah untuk Rakyat (BMR); Festifal Film Hanung Bramantyo, Komunitas Matapena Yogyakarta bekerjasama dengan rayon Komunitas Matapena Blora menyelenggarakan Dialog Budaya di Gedung Serbaguna NU.

Dialog Budaya ini menghadirkan Ahmad Fikri (Budayawan asal Betawi sekaligus Pengagas BMR), Soesilo Toer (Budayawan Blora), Benni Irawan (Sineas dari Dapur Film), Joko Adipati Genk Kobra (Musisi dan Pelestari Budaya Jawa) dengan moderator Yuyun (Budayawan Muda Blora). Dialog ini dihadiri dari berbagai kalangan, mulai dari budayawan, pencinta film, dan masyarakat umum.

Acara di mulai pukul 19.00-Selesai membicarakan tentang kebudayaan secara umum. Menurut Ahmad Fikri berkaitan dengan Peran Film dalam kebudayaan, “Selama ini dunia perfilman nasional masih di dominasi oleh film-film inpor, Maka tak jarang budaya yang ada di film tersebut jauh dari akar tradisi kita seperti pergaulan bebas.” Ia juga menambahkan, “Kurangnya Ruang dalam mengapresiasi para Sineas nasional yang telah memproduksi Film berkualitas menjadikan dunia perfilman nasional kurang bisa berkembang pesat. Selain itu juga, akses masyarakat untuk dapat menyasikan Film nasional yang berkualitas pun bisa di bilang masih jauh dari harapan. Bioskop yang ada hanya menjangkau daerah perkotaan. Itu sebabnya kami (Komunitas Matapena) mengadakan kegiatan BMR ini” ungkap Penulis buku Puisi Negeri Kong Draman ini. Kenapa dinamakan Bioskop Murah? Karena tiket bioskop ini hanya Rp. 5000.

Blora merupakan tempat kedua yang di singgahi BMR; Festifal film Hanung Bramantyo, setelah sebelumnya di laksanakan pada bulan Maret 2012 di Wonosobo. BMR sendiri akan dilaksanakan di 10 kota.

Senada dengan Ahmad Fikri, Benny Irawan juga mengatakan, “Film adalah sarana yang paling efektif dalam menyampaikan gagasan, selama ini masih banyak tradisi lokal yang ada di Indonesia belum di ekpos. Melalui film ini pula kami ingin menunjukan keanekaragaman Indonesia sehingga kecintaan kita terhadap bangsa semakin bertambah.” Ia mencontohkan dalam Film Pengejar Angin yang latarbelakangnya diambil dari daerah Lahat Sumatra Utara. Dapunta (18), tinggal di Lahat, Sumatra Selatan, sebentar lagi lulus SMA dan harus menentukan masa depannya. Ibu Dapunta, sangat ingin agar Dapunta yang cerdas, melanjutkan pendidikannya ke jenjang kuliah, tapi sang ayah menentang. Ayahnya lebih menginginkan Dapunta yang dikenal sebagai Pengejar Angin, julukan bagi pelari tercepat di kampung itu, melanjutkan jejaknya sebagai pemimpin dari para Bajing Loncat (perampok truk) di kampung mereka. Berkat kerja kerasnya ia mendapatkan beasiswa di sebuah kampus ternama.

Adapun dalam pembicaraan mengenai budaya, Pak Soesilo Toer mengatakan, “Tujuan dari kebudayaan adalah memanusiakan manusia” ia juga menambahkan, “Sebelum kita memanusiakan orang lain, manusiakan diri kita sendiri” Kata adik kandung Pramoedya Anata Toer ini. 
Selain Dialog Budaya dalam rangkaian acara BMR ini pula ada acara pendukung seperti Workshop Film Pendek, Roadshow creatif writing, dan dalam acara penutupan akan di hibur Pentas musik Genk Kobra asal Yogyakarta. Adapun film yang akan ditayangkan dalam BMR  ada dua, Pengejar Angin dan Tendangan Dari Langit karya Hanung Bramantyo. Acara ini sendiri akan dilaksakan mulai tanggal 21-30 April 2012 bertempat di Gedung Serbaguna NU Blora Jl. Sumodarsono No. 58 Mlangsen Blora.
Dialog Budaya di tutup dengan penayangan film Pengejar Angin.
Salam Film !!!
  
*Khanif Rosidin adalah Pamong di junglezigger.blogspot.com

Comments