Menulis dengan gaya orang lain

Setelah saya menulis Kutu Lompat Mimpi; Cita-Cita di blog ini, saya meminta teman akrab saya, namanya Rohim (nama sebenarnya) untuk berkomentar atas tulisan saya. Berteman hampir dua tahun lebih, paling tidak, dia pasti sudah ngerti saya (baik tulisan dan nyatanya).

Setelah saya lihat dia sudah selesai membaca, saya langsung bertanya, "Kamu menemukan diriku ditulisan itu nggak?" kataku.
(Diam sejenak) "enggak, kamu menjadi orang lain dalam tulisan itu" Katanya singkat.

Hanya satu pertanyaan itu yang saya lontarkan pada dia, dan selebihnya percakapan tak bertema. Membicarakan tentang tindak lanjut penerbitan buletin komunitas Matapena, kesibukan, kopi, dan lain-lain. Sore itu kami bertemu di sebuah warung kopi, sekitar selokan mataram. Dia bersama temannya, tapi saya lupa namanya. Jadi, kita nongkrong bertiga. 

Gaya tulisan Kutu Lompat Mimpi; Cita-Cita sendiri saya tiru dari buku Geng Kemoceng Kelakuan Mahasiswi Otak Melenceng karya Ade Jayadireja. Selama saya baca buku, baru kali ini saya bisa tertawa lepas sendiri. Mirip orang gila yang baru lepas dari rantai pasung. Buku ini merupakan kumpulan 25 kisah aneh tapi nyata geng useless atau bisa disebut juga geng kemoceng yang terdiri dari 5 orang mahasisiwi (Ade,Ajeng,Desi, Dara, dan Nana) Fakultas Ilmu Bahasa. Banyak keusilan dan kekonyolan yang mereka perbuat, seperti saat OSPEK (Kalau di UIN Sunan Kalijaga namanya OPAK) disuruh seniornya buat kopi. Ade (tokoh utama) ngerjain dengan memasukan bahan-bahan yang gak wajar kedalam kopi, muai dari sambal, garam, sampai sehelai bulu ketiak pun di campur ke dalam racikan kopi. Untung saja seniornya mabuk, alhasil secangkir kopi habis ditenggaknya. Masih banyak cerita yang lucu dari buku ini. Silakan baca sendiri, hehe

Oia, kebetulan, pas saat saya nulis ini tanpa diminta, tanpa diundang, teman saya Halimah. Perempuan imut kayak marmut ini tiba-tiba SMS saya, isinya, "Aku juga udah baca Kemoceng (baca; Buku geng kemoceng). Setelah selesai membacanya, Aku bersyukur banget ma Allah. ternyata, ada segerombolan cewek yang lebih edan dari aku, si cewek semelekete ini. Alhamdulillah...." Tulisnya bangga karna predikat perempuan edan-nya secara otomatis gugur. Heran saya sama perempuan satu ini. Sebenarnya kebetulan ini bisa saya ceritakan histori-nya, pernah suatu kali, saya membaca buku geng kemoceng dan tertawa terbahak-bahak di sampingnya. Mungkin penasaran, dia ahirnya pinjam buku tersebut. Note: buku genk komoceng adalah milik Sinta (Teman sekontrakan Halimah). Jadi, setelah saya pinjam, ganti Halimah yang pinjam. Gak tahu besok siapa lagi yang mau pinjam. Mungkin pak RT juga mau pinjam. Nasib seorang anak perantauan. #Hiks
Tapi saya berniat beli buku keduanya Ade, "Cewek Katropolitan". Sekali lagi beli, bukan pinjam.

Gaya menulis bagi saya, sebenarnya tergantung genre tulisan. Kalau kita sedang nulis Artikel, tidak mungkin kan, kita pakek kata Gue-Loe. Berbeda dengan tulisan bebas; namanya juga bebas. Mau pakek Inyong, be'en,kowe, ana terserah anda.

Tapi gaya penulisan tidak hanya sebatas pengunaan diksi saja, Alur-setting-cara membuat konflik cerita juga bisa membedakan karakter penulis satu dengan penulis lainnya.

Terkadang, menjadi orang lain, membuat saya rindu pada diri saya sendiri. Tapi memang saya butuh memiliki rindu itu. 

Tips Menyamar:

Ganti nama, menyamarkan diri.
Pakai topeng, menyamarkan diri.
Operasi wajah, menyamarkan diri.
Pakai helm, menyamarkan diri.
Dan terahir, jadi bunglon, menyamarkan diri.



Seperti berkendara, Kadang dengan dibelakang, saya belajar untuk percaya pada orang yang di depan.

Kadang saya juga ingin punya jengot, seperti peppy. 


Comments