Membaca- dibaca Puisi

Dulu, dua tahun yang lalu, untuk pertama kalinya saya membacakan puisi di depan umum. Kebetulan saat itu sedang ada acara Workshop pluralism bertempat di daerah jalan Kaliurang, namun untuk performace-nya sendiri di Benteng Vredeburg.

Cerita di atas adalah cerita kebohongan saya. Jangan marah ya? hahaha
yang sebenarnya adalah saya pernah baca puisi di hadapan 30 orang, saya adalah pembaca puisi dengan tipe nada -intonasi- sedih. Makanya jika diminta baca puisi tentang kesenangan atau semacamnya, tetap saja pembawaan nadanya sedih terus.

Maka dari itu saya jarang sekali membaca puisi, selain alasan di atas juga karena suaraku yang jelek (alasan paling penting). Dan saya memilih membuat puisi saja.
Hal yang paling menyenangkan bagi para pembuat puisi (katakanlah penyair) adalah ketika puisinya di bacakan orang saat performace, suatu kebanggaan sendiri. Itu yang saya rasakan.
Awal bulan lalu, saat sedang ada pelatihan jurnalistik di Tasikmalaya. Puisi saya di bacakan @doelrohim (teman sekomunitas) dan @Imana (Anaknya kang Acep Zam Zam Noor) dihadapan para peserta berjumlah 90 orang. Dan saat puisiku dibacakan, saat itu saya memilih untuk meninggalkan lokasi, mencari tempat tenang, masjid.

membaca sajak ;
sejelek apapun bacanya
jika sudah pernah membaca sajak di depan umum
rasanya ingin slalu 'kembali'
                 ; hai sajakku
lain kali kita narsis lagi ya? 

Comments