Dear Nona Bunga November



Seyogyanya seorang perindu yang kebingungan. Aku hanya berpegangan pada ‘rasa cinta’. Terombang-ambing ke(ego)an. Gelisah.

Nona Bunga November, ah, landak saja aku memanggilmu. Nama yang selalu ada di hati dan pikiran. Mau bertanya kabar? tentu kamu akan menjawab sehat. Bertanya kesibukan? Sepertinya, nanti aku dikira ‘sekuriti’. Sama dengan orang yang sering kamu ceritakan dulu. Apalagi bertanya, apakah kamu rindu padaku? Aku tak kuasa melontarkannya. Mulut dan jariku kaku. (lebay ya?)

Sekitar dua minggu yang lalu. Aku masih ingat, hari itu, hari minggu tanggal 27 oktober. Sehabis dari pantai. Tempat di mana kita dulu sering habiskan waktu. Meninggalkan jejak di atas pasir, hingga ombak menghapuskan jejak kita. Ya, dari pantai aku mengendarai si crot ke daerah selokan mataram. Pas sekali, waktu itu kamu melintas dengan motor. Tentunya kenceng. Ketok nak bekas pembalap. Hihi

Satu tahun yang lalu, saat aku mengikuti salah satu program ngerjain, yang diadakan salah satu radio di Jogja. Tepat di mana usiamu bertambah. Dan hasilnya, tak sesuai harapan.

Landak, si crot sudah lama tak kamu dudukin.
Si crot sering bertanya, “di mana landak? Perempuan yang tegar dan baik hati.”
Tiap kali ada pertanyaan itu, aku hanya mengeleng. Entah, sudah berapa kali jawaban yang sama itu ku berikan.

Aku ucapkan selamat bertambah dewasa, semoga kamu tetap berkarakter. Semoga hari-harimu selalu menyenangkan. Semoga apa yang kamu cita-citakan tercapai. Semoga apalagi ya? Doa sendiri ya. Hehe. Aku ucapkan jauh-jauh hari, supaya aku jadi orang yang pertama mengucapkannya. PD.

Aku tak berharap kita kembali ke masa lalu. Ini adalah bentuk tawaran masa depan.

Ku tulis secara terbuka, sebagai tanda aku rindu.
Sudah dulu ya.. titip mata dan hati. Tiger.

Comments