Shalawat Emprak Tampil di Pangung Sekaten


....Iyo sayyid utusaningsun, Acekelen dawuh mami//Suntan utus sopo-sopo, Amungno siro pribadi//Bismillah ingsun amuji, Asmane Alloh kang agung//Kang a sifat jalal kamal, Lana sifat qohar karim...
Terdengar lantunan musik, suara dalang/vokal mengaung-gaung di alun-alun utara Kota Yogyakarta, Rabu (08/01), rombongan Shalawatan Emprak Pesantren Kaliopak tampil di pangung kesenian Sekaten. Gerakan tari para wayang menambah syahdu suasana malam itu.
Sore hari, sekitar pukul 16.30 para bapak-bapak, anak-anak, dan mahasiswa yang tergabung dalam kelompok Shalawatan Emprak Pesantren Kaliopak mulai berkumpul di rumah bapak Nurdin (salah satu anggota Emprak) yang letaknya di dusun Klenggotan, Srimulyo, Piyungan, Bantul. Tak berselang lama semua sudah bersiap. Dengan mengendarai 2 mobil dan 1 minibus, sekitar 35 orang berangkat menuju alun-alun utara Kota Yogyakarta. Sebagian anggota yang tinggal/kos-nya dekat dengan lokasi berangkat mengendarai sepeda motor.
Butuh waktu 45 menit untuk sampai lokasi, mengingat jalanan ramai. Sampai lokasi, Pak Mul (sapaan akrab bapak Mulyono), selaku ketua, mengkordinir para anggotanya untuk mempersiapkan keperluan pentas nanti. Gendang dan Kempul pun dikencangkan talinya, agar nanti suara yang keluar renyah-nyaring-.
Shalawatan Emprak merupakan manifestasi dari budaya Islam yang berwujud kesenian, sebagai wujud tradisi masyarakat Islam yang bersifat spiritual. Adapun struktur naskah Shalawatan Emprak terdiri dari rawen, syair, tembang dan doa. Rawen atau narasi yang berisi cerita kisah perjalanan keluarga, kelahiran, kepribadian dan perjuangan Nabi Muhammad. Bahasa Jawa yang digunakan adalah bahasa Jawa klasik yang lazim dipakai dalam penulisan babad, suluk atau singiran dan bahasa pedalangan.
Dalam narasi terjadi pembentukan situasi Arab yang dilukiskan seperti dalam suasana dan nuansa kehidupan masyarakat Jawa. Pemberian gelar Jawa kepada tiap-tiap tokoh adalah contoh sebuah upaya bagaimana tokoh tersebut mudah masuk dalam alam imajinasi masyarakat Jawa dan isi cerita bisa dengan mudah dipahami oleh masyarakat Jawa. Syair lagu dalam Shalawatan Emprak biasa disebut cakepan karena syair ini tidak merujuk pada pedoman dan patokan tembang Jawa. Bahkan ada beberapa yang syairnya adalah shalawat berbahasa Arab, meskipun tulisan dan cengkok bahasanya sudah dijawakan. Hal tersebut dikarnakan pola irama dan intonasi dalam shalawatan Jawa diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya malalui tradisi lisan. Tembang yang terdapat dalam naskah Shalawatan Emprak Pesantren Kaliopak terdiri dari kinanthi, dandhanggulo, pamularsih, sinom dan mijil.
Seusai Adzan magrib berkumandang, satu persatu mulai menaiki pangung, dengan pakaian khas Jawa (Sorjan, jarik, keris, iket, sangkur) melekat di tubuh. Sampai di atas pangung, semua sibuk memposisikan diri masing-masing. Dengan langkah gontai, tampak sesosok laki-laki, duduk bersila di bagian terdepan, keriput diwajahnya menandakan usiannya sudah senja. Laki-laki itu akrab di panggil Mbah Mitro, usianya 80 tahunan, konon, sejak remaja beliau sudah aktif menari. Penonton banyak yang terperangah, manakala suara dalang/srokal dan alunan musik di tabuh, sejurus kemudian gerakan tangan dan jari-jari bergerak penuh lincah. Tak khayal, dalam tiap pentas, beliau hampir selalu menjadi bintang pangung.
Mbah Mitro Saat Sedang Latihan

Selain Mbah Mitro, di bagian penari/wayang juga ada 4 anak-anak (yang masih duduk di bangku SMP) – 3 mahasiswi serta beberapa bapak-bapak tampak kompak mengikuti alunan musik. Di bagian Wiraswara dan Wiyaga juga tampak rampak. Sorot warna-warni lampu Led, menambah sempurna penampilan lintas generasi itu.
Para pengunjung Sekaten terlihat berjubel di bagian terdepan, jarak antara pangung dan penonton dibatasi oleh pagar besi setinggi setengah meter. Banyak dari penonton yang mengabadikan penampilan rombongan Shalawat Emprak dengan kamera.
Di sela-sela penampilan, diselingi pengajian. Berisi tentang peran dan tanggung orang tua terhadap pergaulan anaknya. Sekitar 20 menit. Langsung dilanjut kembali Shalawatan Emprak;   
Pitik tulak pitik tukung, tinulaking jabang bayi, ngedohaken cacing rancak, sarap sawan pun sumingkir, si tukung manggon ing ngarso, si tulak manggon ing margi. sifate alloh puniku kabeh patang puluh siji kalih doso ingkang mukhal, kalih doso ingkang wajib, dene sifat ingkang wenang puniko namung sawiji.
Syair Pitik Tulak di atas menjadi penanda berahirnya penampilan malam yang cerah itu.

Comments